Malam itu, Sabtu 12 Oktober, waktu
menunjukkan pukul 23.30, sebagian besar penduduk kota Denpasar dan
Kabupaten Badung mulai beranjak tidur. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
suara ledakan yang amat dahsyat. Ledakan itu menelan korban tewas 184
orang, 250 orang luka-luka, 47 bangunan hancur, dan ratusan mobil rusak
berat. Getaran ledakannya terasa hingga 12 kilometer. Sedangkan bunyi
ledakan terdengar hingga puluhan kilometer. Adapun aapnya tinggi
menjulang ke awan hingga seratus meter, membentuk cendawan api raksasa
yang sangat menyilaukan bahkan membutakan mata. Ledakan itu sendiri
meninggalkan sebuah lubang besar berdiameter 5 x 4 meter dan kedalaman
1,5 meter. Itulah Bom Bali. Tepatnya terjadi di depan Kafe Sari Club dan
Paddy’s Club, jalan Legian, Kuta, Bali.
Drama belum berakhir. Kasus Bom Bali
masih menyisakan sejuta tanda tanya. Bahkan, tanda tanya itu bukannya
berkurang, namun justru kian hari makin bertambah. Berbagai informasi
dan analisa sangat simpang siur. Para pakar, pengamat, politisi,
pejabat, dan juga aparat, mengeluarkan statemen yang saling berbeda satu
sama lain. Ada nuansa keanehan dan kejanggalan di sana bagi yang
mencermati kasus ini sejak awal. Ada di antara data dan informasi itu
yang mengandung kebenaran (meskipun belum terbukti seratus persen),
namun tak sedikit yang justru menyesatkan.
Bom Bali tidak berdiri sendiri. Ia
berkaitan dan bahkan dikait-kaitkan dengan berbagai peristiwa
sebelumnya. Tulisan ini hanya sekedar renungan tentang berbagai
kejanggalan selama kasus ini belum terungkap; ada apa dengan Bom bali
dan siapa sesungguhnya aktor intelektual di belakangnya.
Kejanggalan Pertama; Sosok Umar al-Faruq
Jauh hari sebelum Bali diguncang bom, Indonesia sempat diguncang dengan berita tertangkapnya seorang ‘teroris’ bernama Umar al-Faruq di kawasan Bogor (05/06/02) oleh dinas intelijen Amerika. Peristiwa ini sungguh merupakan suatu tamparan memalukan sekaligus menyakitkan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Baik pemerintahannya, aparatnya, maupun umat Islam. Pemerintah tentu (seharusnya) malu dikatakan sebagai negara sarang teroris. Aparat malu karena kecolongan (tetapi tidak bisa berbuat apa-apa). Dan umat Islam sakit hati karena terorisme dikait-kaitkan dengan agamanya. Media massa pun lalu simpang siur memberitakan siapa sebenarnya sosok Umar al-Faruq ini berikut bumbu-bumbunya.
Jauh hari sebelum Bali diguncang bom, Indonesia sempat diguncang dengan berita tertangkapnya seorang ‘teroris’ bernama Umar al-Faruq di kawasan Bogor (05/06/02) oleh dinas intelijen Amerika. Peristiwa ini sungguh merupakan suatu tamparan memalukan sekaligus menyakitkan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Baik pemerintahannya, aparatnya, maupun umat Islam. Pemerintah tentu (seharusnya) malu dikatakan sebagai negara sarang teroris. Aparat malu karena kecolongan (tetapi tidak bisa berbuat apa-apa). Dan umat Islam sakit hati karena terorisme dikait-kaitkan dengan agamanya. Media massa pun lalu simpang siur memberitakan siapa sebenarnya sosok Umar al-Faruq ini berikut bumbu-bumbunya.
Dari sosok ini saja sudah muncul banyak
sekali kejanggalan. Sebutlah misalnya; cara penangkapannya yang
kontroversial, ekstradisisnya ke Amerika Serikat yang sangat mudah,
pemberitaan tentang kewarganegaraannya, nama sebenarnya, penahanannya di
Amerika, kesulitan aparat membanya kembali ke Indonesia, pengakuannya
tentang jaringan terorisme internasional di Indonesia kepada CIA dan
majalah TIME, tuduhannya terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, tuduhannya
terhadap TNI berada di belakang kasus Bom Bali, komentarnya bahwa bom
yang meledak di Bali adalah dari jenis TNT yang nota bene milik TNI, dan
sebagainya. Segala hal tentang Umar al-Faruq ini memang misterius dan
mengundang tanya. Semua serba janggal.
Kejanggalan Kedua; Penutupan Kedubes dan Konjen AS
Hari-hari menjelang setahun peringatan peristiwa 11 September 2001, Amerika Serikat melakukan berbagai move (baca: teror) yang menyudutkan Indonesia. Amerika ingin mencitrakan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak aman dan sarang teroris. Di antara tindakan Amerika yang menyakitkan, adalah ditutupnya Kantor Kedutaan Besar AS di Jakarta dan Kantor Konsulat Jendral di Surabaya (10/09/02). Tentang hal ini, Wapres Hamzah Haz mengatakan, ”Tindakan itu dapat menimbulkan citra tidak baik bagi Indonesia. Tentu kita sesalkan.” (12/10/02)
Hari-hari menjelang setahun peringatan peristiwa 11 September 2001, Amerika Serikat melakukan berbagai move (baca: teror) yang menyudutkan Indonesia. Amerika ingin mencitrakan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak aman dan sarang teroris. Di antara tindakan Amerika yang menyakitkan, adalah ditutupnya Kantor Kedutaan Besar AS di Jakarta dan Kantor Konsulat Jendral di Surabaya (10/09/02). Tentang hal ini, Wapres Hamzah Haz mengatakan, ”Tindakan itu dapat menimbulkan citra tidak baik bagi Indonesia. Tentu kita sesalkan.” (12/10/02)
Penutupan ini sendiri, sebagaimana
diakui Dubes AS untuk Indonesia, Ralph L Boyce, memang untuk menghindari
terjadinya ancaman teror. ”Saya yakin ada ancaman, tetapi saya yakin
aparat Indonesia dapat mengatasinya. Jadi, ancamana itu tidak akan
menjadi kenyataan,” kata Boyce tanpa menjelaskan ancaman tersebut secara
spesifik.
Bagaimanapun juga, pentutpan Kedubes dan
Konjen AS itu tersa janggal. Pasti ada maksud-maksud tertentu di balik
itu. Setidaknya, itu adalah bagian dari langkah-langkah Amerika untuk
mencitrakan Indonesia sebagai negara yang tidak aman karena ada teroris
di dalamnya. Terbukti, langkah Amerika tidak hanya berhenti sampai di
sini, selanjutnya masih ada lagi peringatan dari Amerika kepada warganya
dan orang-orang Barat agar jangan bepergian ke Yogyakarta. Kedutaan
Amerika mengumumkan agar warga Maerika dan orang-orang Barat waspada,
akrena daerah Yogyakarta akanmenjadi sasaran kekerasan dalam waktu
dekat.
Namun, untuk menututpi kecurigaan orang
Indonesia – terutama umat Islam, Ralph L Boyce melakonkan suatu peranan
manis dalam rangka menarik simpati umat Islam. Dia melakukan safari
kunjungan ke pondok-pondok pesantren, ke ormas-ormas Islam, dan
melakukan pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam. Bahkan, sebagian
di antara tokoh Islam ada yang dia kirimkan ke Amerika untuk diajak
berdialog. Selain tiu, dia juga mencoba meberikan statemen-statemen yang
’menyejukkan’ kaum muslimin di Indonesia. ”Front Pembela Islam (FPI),
Laskar Jihad, dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) bukan termasuk dalam
jaringan terorisme internasional,” adalah sebagian dari kata-kata
manisnya.
Kejanggalan Ketiga; Peringatan Amerika
Sebelum tragedi memilukan ini terjadi, pada tanggal 10 Oktober 2002 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan peringatan kepada warganya di seluruh dunia untuk waspada. ”Para teroris akan mengalihkan sasaran pada target yang lebih empuk, termasuk fasilitas di mana orang Amerika biasa berkumpul atau berkunjung, seperti klab malam, restoran, tempat ibadah, sekolah, atau acara rekreasi di ruang terbuka.” (Republika, 14/10/02)
Sebelum tragedi memilukan ini terjadi, pada tanggal 10 Oktober 2002 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan peringatan kepada warganya di seluruh dunia untuk waspada. ”Para teroris akan mengalihkan sasaran pada target yang lebih empuk, termasuk fasilitas di mana orang Amerika biasa berkumpul atau berkunjung, seperti klab malam, restoran, tempat ibadah, sekolah, atau acara rekreasi di ruang terbuka.” (Republika, 14/10/02)
Benar-benar janggal, kenapa Amerika
memberikan warning kepada warganya hanya dua hari menjelang Bom Bali
terjadi? Menurut pengamat intelijen, AC Manullang, ”Kewaspadaan itu
adalah bahasa politik. Dalam bahasa perang dan intelijen negara, waspada
artinya tinggalkan.” Dengan adanya peringatan ini, bisa dimaklumi
kemudian jika tak ada satu pun orang Amerika yang jadi korban (mati) di
Bali. Tentu, orang-orang Amerika di Bali sudah pergi meninggalkan Bali
terlebih dahulu begitu mendengar peringatan prakondisi ini dari
pemerintahnya.
Yang juga patut menjadi catatan, dua
hari sebelum Bali meledak, Dubes Amerika Serikat Ralph L Boyce, menemui
Menkopolkam, Panglima TNI, dan Kapolri, untuk mendesak pemerintah
Indonesia agar serius mengungkap pengeboman Teluk Betung dan fasilitas A
di EXXon Mobil. Bukan tidak mungkin ada mata rantai antara kasus Bom
Bali dengan apa yang dilakukan Amerika pada hari-hari menjelang
kejadian.
Bahkan, menurut harian Taiwan News
(15/10/02), pada hari Jum’at 11 Oktober 2002 – sehari sebelum kejadian,
Amerika Sreikat telah memberitahu Ketua Kuomintang (parlemen Taiwan) Lee
Chuan-Chio, bahwa pada tanggal 12 Oktober 2002 akan ada teror bom di
Bali. Akan tetapi, pemerintah Taiwan tidak mengambil tindakan apa pun
untuk menyelamatkan warganya yang berada di Bali.
Kejanggalan Keempat; Kapal AS Merapat di Bali
Beberapa hari menjelang hari H, kapal perang Amerika Serikat (AS) dan kapal perang Australia merapat di Pelabuhan Benoa, Bali. Sekadar informasi, Pelabuhan Benoa memang sering dilabuhi kapal perang asing, anmun kali ini lain dari biasanya. Saat kapal perang dari dua negara tersebut merapat, mereka langsung mensterilkan wilayah pelabuhan hingga radius 500 meter dari lokasi kapal. Pertanyaannya, mengapa mereka bisa berbuat demikian di wilayah kedaulatan Republik Indonesia? Ini hanya mungkin jika ’pemain asing’ tersebut bekerja sama dengan ’pemain domestik’.
Beberapa hari menjelang hari H, kapal perang Amerika Serikat (AS) dan kapal perang Australia merapat di Pelabuhan Benoa, Bali. Sekadar informasi, Pelabuhan Benoa memang sering dilabuhi kapal perang asing, anmun kali ini lain dari biasanya. Saat kapal perang dari dua negara tersebut merapat, mereka langsung mensterilkan wilayah pelabuhan hingga radius 500 meter dari lokasi kapal. Pertanyaannya, mengapa mereka bisa berbuat demikian di wilayah kedaulatan Republik Indonesia? Ini hanya mungkin jika ’pemain asing’ tersebut bekerja sama dengan ’pemain domestik’.
Apa yang dilakukan kapal perang tersebut
dan mengapa mensterilkan lokasinya? Mencari jawaban atas pertanyaan ini
dan hubungannya dengan ledakan sangat kuat yang terjadi kemudian di
Legian, Bali, bukan pekerjaan mudah. Namun, satu artikel hasil
investigasi Joe Vialls -seorang pakar bahan peledak dan investigator
independen Australia- agaknya mengungkapkan hubungan ini.
Dalam tulisan yang dilengkapi film
berformat real-player, Vialls mengungkapkan bahwa satu-satunya cara yang
dianjurkan untuk membawa bahan peledak berjenis Special Atomic
Demolition Munition (SADM) -micro nuke- adalah lewat laut, bahkan lewat
bawah laut. Lewat jalur inilah yang paling tinggi tingkat keamanannya.
Belakangan, ketika kepolisian Indonesia menyatakan bom Bali adalah bom
dari karbit, Vialls berkomentar pendek, ”Itu analisis idiot murni!”
Kembali ke persoalan kapal perang asing.
Apakah itu berarti kapal tersebut tengah membawa SADM dan melakukan
’bongkar barang’ ketika merapat di Pelabuhan Benoa? Bisa jadi. Upaya
sterilisasi lokasi kapal hingga radius 500 meter memperkuat analisa ini.
Bukan msutahil, di sinilah terjadi perpindahan tangan, dari ’pemain
asing’ ke ’pemain domestik’. (Sabili, No. 10 Th. X 28/11/02)
Kejanggalan Kelima; Jenis Bom yang Digunakan di Bali
Sampai detik ini, belum diketahui secara pasti, jenis bom apa yang dipergunakan untuk meledakkan Bali. Sebetulnya, kecenderungan masyarakat sudah menguat dan mengarah kepada satu jenis bom, yaitu C-4. C-4 inilah yang merupakan kesimpulan pertama polisi tentang jenis bom yang dipergunakan di Bali. Media massa juga ramai-ramai memberitakannya. Diberitakan pula, bahwa hanya negara-negara tertentu -terutama Amerika Serikat- yang mampu merakit dan biasa menggunakan bom ini. Namun, kesimpulan ini dibantah oleh Amerika. Bagai tersengat listrik, Amerika -melalui Dubesnya di Jakarta, Ralph L Boyce, memberikan pernyataan bahwa jenis bom yang digunakan di Bali bukan dari jenis C-4. Ralph juga menampik tuduhan keterlibatan Amerika dalam peledakan Bali. Entah kenapa, polisi kemudian mengubah hasil temuannya itu menjadi jenis bom yang lain. Dari sinilah, jenis bom Bali mulai berganti-ganti.
Sampai detik ini, belum diketahui secara pasti, jenis bom apa yang dipergunakan untuk meledakkan Bali. Sebetulnya, kecenderungan masyarakat sudah menguat dan mengarah kepada satu jenis bom, yaitu C-4. C-4 inilah yang merupakan kesimpulan pertama polisi tentang jenis bom yang dipergunakan di Bali. Media massa juga ramai-ramai memberitakannya. Diberitakan pula, bahwa hanya negara-negara tertentu -terutama Amerika Serikat- yang mampu merakit dan biasa menggunakan bom ini. Namun, kesimpulan ini dibantah oleh Amerika. Bagai tersengat listrik, Amerika -melalui Dubesnya di Jakarta, Ralph L Boyce, memberikan pernyataan bahwa jenis bom yang digunakan di Bali bukan dari jenis C-4. Ralph juga menampik tuduhan keterlibatan Amerika dalam peledakan Bali. Entah kenapa, polisi kemudian mengubah hasil temuannya itu menjadi jenis bom yang lain. Dari sinilah, jenis bom Bali mulai berganti-ganti.
Selanjutnya, polisi menyatakan berhasil
mengidentifikasi jenis bom tersebut. Bom itu jenid RDX. ”RDX adalah
turunan dari komposisi AMX dan nitrat yang memiliki daya ledak sangat
besar,” kata Kapolda Bali, Brigjen Pol. Drs. Budi Setyawan, MSc. (Media
Indonesia, 17/10/02). Sementara itu, Kabahumas Polri Irjen Saleh Saaf
mengatakan, berdasarkan penyelidikan Puslabfor mabes Polri, menyebutkan
bahwa bom yang meledak di jalan Legian berjenis C-4 dengan unsur RDX dan
TNT.
Kesimpulan tentang jenis bom terus
berkembang. Dari Amerika, Umar al-Faruq ’bernyanyi’, bahwa bom yang
meledak di Bali adalah dari jenis TNT. Tiba-tiba, polisi pun menyatakan
bahwa bom di Bali dari jenis TNT! Kontan saja kesimpulan ini mengundang
reaksi keras dari kalangan TNI. Sebab, TNI memang biasa menggunakan
bahan peledak dari jenis ini. Kepala Staf TNI Angkatan darat (KSAD)
Jendral Rymizard Ryacudu, menyatakn keyakinannya bahwa bom yang meledak
di Bali adalah buatan luar negeri dan bukan buatan orang Indonesia.
Belakangan, polisi berkeyakinan bahwa
bom yang meledak di Bali berasal dari karbit! Menurut Kapolda Jatim,
Irjen Pol Heru Susanto, ”Bisa jadi bahan kimia ini (las karbit)digunakan
Amrozi untuk aksi pengeboman di Bali.” Heru yakin bahwa Amrozi
menggunakan bahan kimia tersebut sebagai bahan pembuatan bom Bali.
Karena menurutnya, jenis bom yang meledak di Bali itu bukan jenis C-4
apalagi mengandung unsur mikronuklir. (Republika, 11/11/02)
Ada semacam nuansa dan kecenderungan,
aparat berupaya mengarahkan bahwa pelakunya adalah lokal. Orang
Indonesia. Maka, agar logis, dikatakanlah bahwa bom tersebut dari jenis
karbit, sebab orang lokal pun bisa merakit dan meledakannya. Polisi
menolak bom Bali dari jenis C-4, apalagi mengandung unsur mikronuklir.
Artinya, mustahil peledakan itu dilakukan oleh Israel, Amerika, Inggris,
atau Australia. Luar biasa. Bom sedahsyat itu dibilang dari karbit.
Kita dibuat bingung dan tidak mengerti. (Sabili, No. 10 Th. X 28/11/02)
Kejanggalan Keenam; Kematian Saksi
Yang ini jangan dilupakan. Ketika penyelidikan kasus Bom Bali masih berlangsung, salah seorang saksi kunci bernama Kadek Alit Margarini (23 tahun) meninggal dunia dalam perjalanan di atas pesawat milik tim medis Australia. Kadek dievakuasi paksa oleh tim medis Australia dari RSUP Sanglah. Saat dirawat, ia mengaku melihat seseorang meletakkan bungkusan di Kafe Paddy’s sebelum ada ledakan. Rencananya, Kadek akan dirawat di RS Royal Darwin.
Yang ini jangan dilupakan. Ketika penyelidikan kasus Bom Bali masih berlangsung, salah seorang saksi kunci bernama Kadek Alit Margarini (23 tahun) meninggal dunia dalam perjalanan di atas pesawat milik tim medis Australia. Kadek dievakuasi paksa oleh tim medis Australia dari RSUP Sanglah. Saat dirawat, ia mengaku melihat seseorang meletakkan bungkusan di Kafe Paddy’s sebelum ada ledakan. Rencananya, Kadek akan dirawat di RS Royal Darwin.
Sebab-sebab kematian Kadek belum
diketahui hingga kini. Apakah karena sakit yang dideritanya atau
sebab-sebab lain. Belum ada laporan resmi dari tim medis Asutralia.
Menurut Ketua Tim Medis RSU Sanglah, dr. Tjakra Wibawa, pemaksaan ini
dilakukan tim medis Australia dengan alasan pesawat mereka dilengkapi
dengan air ambulance. Padahal saat itu tim medis Indonesia menginginkan
agar kondisi korban stabil dahulu dan baru dibawa ke Australia.
Sikap Australia ini cukup aneh. Sebab
tim medis Indonesia juga asnggup menangani para korban. Apalagi
-sebagaimana kata Tjakra, penanganan korban dilakukan dengan melibatkan
tenaga medis asing yang ahli di bidangnya. ”Kami bukan politisi, kami
bekerja sesuai hati nurani untuk menyelamatkan para korban tanpa
memandang dari mana dia berasal,” katanya. Mayat Kadek sendiri,
diperabukan di Australia tanpa minta izin dari keluarganya.
Kini, salah seorang saksi kunci yang
masih bisa diharapkan keterangannya adalah Dessy Widiawati (25 tahun),
wanita WNI yang bersuamikan pria Australia, lulusan SMU Negeri 5 Jember,
Jawa Timur. Saat ini ia dirawat di Rumah Sakit Concord Horpital,
Sydney, Australia. Tetapi, ia tidak betah di sana dan selalu minta
pulang. Namun permintaan itu tidak dikabulkan oleh tim dokter yang
merawatnya. Ia menderita luka bakar. Sepanjang hari kamarnya selalu
dijaga polisi Australia. (Republika 25/10/02, dan Tempo 10/11/02)
Kejanggalan Ketujuh; Hilangnya Empat Mayat Warga Australia
Kabar tentang hilangnya empat mayat warga Australia yang diduga sebagai anggota pasukan keamanan (Australia) masih terus menyelimuti RS Sanglah, Bali. Ada sesuatu yang dikhawatirkan, ada kemungkinan penyelidikan kasus Bom Bali menuju ke arah lain. Sejumlah dokter dan perawat yang yang mengurus identifikasi dan evakuasi mayat korban ledakan Bali mengungkap tentang hilangnya empat mayat itu. Empat mayat yang diangkat dari lokasi kejadian tidak masuk ke ruang penampungan jenazah RS Sanglah. “Kemungkinan langsung dibawa ke Australia,” kata salah seorang anggota tim medis.
Kabar tentang hilangnya empat mayat warga Australia yang diduga sebagai anggota pasukan keamanan (Australia) masih terus menyelimuti RS Sanglah, Bali. Ada sesuatu yang dikhawatirkan, ada kemungkinan penyelidikan kasus Bom Bali menuju ke arah lain. Sejumlah dokter dan perawat yang yang mengurus identifikasi dan evakuasi mayat korban ledakan Bali mengungkap tentang hilangnya empat mayat itu. Empat mayat yang diangkat dari lokasi kejadian tidak masuk ke ruang penampungan jenazah RS Sanglah. “Kemungkinan langsung dibawa ke Australia,” kata salah seorang anggota tim medis.
Sujauhar, anggota Jaringan Relawan
Kemanusiaan Bali (JRKB) yang menangani para jenazah, mengatakan bahwa
kabar hilangnya empat jenazah tersebut benar adanya. Menurutnya,
sejumlah perawat disuruh diam mengenai hal ini. Namun, Direktur RS
Sanglah membantah. Ia mengaku hanya meminta perawat agar tidak
memberikan informasi yang salah kepada wartawan. Bukan untuk bungkam.
Ada yang janggal di sini. Kenapa empat
jenazah warga Australia tersebut sampai hilang? Padahal, proses
pendataan para korban tidaklah serumit yang diperkirakan orang. Apalagi
ada ahli forensik dengan peralatan canggih yang ikut terlibat dalam
penanganan korban. Kalaupun toh terjadi kesalahan, kecil sekali
kemungkinannya. Ada yang mengatakan, bahwa empat mayat tersebut
merupakan bukti penting dalam penyelidikan atau setidaknya memiliki
kaitan erat dengan kasus Bom Bali. Dengan begitu, hilangnya empat mayat
itu bisa jadi disengaja untuk alasan tertentu. (Republika, 12/11/02)
Kejanggalan Kedelapan; Lahirnya Perppu Antiterorisme
Sabtu dini hari, 19 Oktober 2002, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengumumkan lahirnya Perppu Antiterorisme. Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Perppu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perppu No. 1. Setelah itu, ramailah pro-kontra di kalangan masyarakat menanggapi kemunculan Perppu ini.
Sabtu dini hari, 19 Oktober 2002, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengumumkan lahirnya Perppu Antiterorisme. Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Perppu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perppu No. 1. Setelah itu, ramailah pro-kontra di kalangan masyarakat menanggapi kemunculan Perppu ini.
Munculnya Perppu apa pun, sebetulnya
merupakan hal yang biasa. Itu adalah hak prerogatif presiden untuk
mengeluarkannya. Masalahnya, kali ini materi Perppu-nya adalah tentang
terorisme dan bertepatan dengan sedang gencar-gencarnya Amerika
memojokkan Indonesia dengan isu terorisme. Tampaknya, Amerika sudah
kehabisan cara untuk membuat Indonesia agar serius memerangi terorisme,
meskipun sudah banyak peristiwa bom-bom meledak yang terjadi di berbagai
tempat, Indonesia masih belum juga membuar aturan khusus tentang
terorisme. Lalu, -konon katanya- direkayasalah peledakan bom di Bali
yang memakan ratusan korban meninggal. Dan ampuh. Tidak berapa lama
setelah itu, lahirlah Perppu Antiterorisme yang lama telah dinanti-nati
oleh Amerika Serikat.
Banyak pihak -terutama kalangan Islam-
menilai, ada kejanggalan di balik lahirnya Perppu Antiterorisme ini.
Sebab, memang sebenarnya Perppu ini tidak perlu dibuat karena di dalam
KUHP sudah terdapat pasal-pasal yang dapat digunakan untuk kasus semacam
ini. Belum lagi dikhwatirkan Perppu ini nanti akan memasung HAM dan
kebebasan demokrasi. Bahkan, muncul dugaan adanya intervensi (baca:
tekanan) dari pihak asing -Amerika dan sejumlah negara Barat- dalam
proses percepatan lahirnya Perppu tersebut. Mereka sengaja melakukan
intervensi ini dengan maksud agar aktivitas gerakan Islam yang selama
ini radikal dan dapat membahayakan dominasinya, segera menjadi loyo,
jinak, dan gampang diatur.
Satu hal yang sulit dipungkiri tentang
tudingan adanya tekanan asing dalam proses kelahiran Perppu
Antiterorisme adalah tindakan kepolisian yang hendak menahan Abu Bakar
Ba’asyir dalam waktu yang hampir bersamaan. Sebagaimana dimaklumi,
beberapa saat setelah diberlakukannya Perppu ini, tiba-tiba Abu Bakar
Ba’asyir menerima surat penahanan dari pihak kepolisian, bernomor
SpHan/22/X/2002/pidum. (Forum Keadilan, 29-03/11/02)
Dan yang tak kalah janggal; Perppu
Antiterorisme ini sama sekali tidak membahas definisi terorisme itu
sendiri. Bagaimana mungkin, definisi terorisme tidak ada, tetapi
perlakuan hukumnya ada? Terorisme yang seperti apa yang dimaksud dalam
Perppu ini? “Kita tidak membuat definisinya karena akan sia-sia,” kata
Yusril beberapa hari sebelum tragedi Bom Bali terjadi, usai rapat
konsultasi pemerintah dan pimpinan DPR. (Media Indonesia, 08/10/02)
Kejanggalan Kesembilan; Kenapa Mesti al-Qaidah?
Menhan Matori Abdul Djalil tak perlu membutuhkan waktu cukup lama untuk menebak siapa pelaku di belakang peristia Bom Bali. “Itu adalah al-Qaidah. Jaringan al-Qaidah yang ada di Indonesia,” katanya enteng.
Apa yang dikatakan Matori ini sama persis dengan sikap Amerika Serikat dan Barat (termasuk Australia) yang langsung menuduh al-Qaidah berada di balik peristiwa peledakan Bali. Mereka menuduh bahwa di Indonesia terdapat jaringan terorisme internasional. Dan -masih menurut perspektif mereka, Abu Bakar Ba’asyir adalah pentolan kelompok teroris ini.
Menhan Matori Abdul Djalil tak perlu membutuhkan waktu cukup lama untuk menebak siapa pelaku di belakang peristia Bom Bali. “Itu adalah al-Qaidah. Jaringan al-Qaidah yang ada di Indonesia,” katanya enteng.
Apa yang dikatakan Matori ini sama persis dengan sikap Amerika Serikat dan Barat (termasuk Australia) yang langsung menuduh al-Qaidah berada di balik peristiwa peledakan Bali. Mereka menuduh bahwa di Indonesia terdapat jaringan terorisme internasional. Dan -masih menurut perspektif mereka, Abu Bakar Ba’asyir adalah pentolan kelompok teroris ini.
Baik Matori, Amerika, Australia, maupun
Barat, semuanya tidak mau tahu dengan fakta-fakta dan bukti di lapangan.
Padahal, ada petunjuk-petunjuk yang mengarahkan vahwa pelakunya adalah
profesional. Bukan al-Qaidah. Dilihat dari jenis bom yang dipergunakan,
ataupun fakta-fakta tentang hilir-mudiknya kapal dan intel asing di
Bali, semestinya hal ini bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk
mengarahkan kepada pelaku sesungguhnya. Selain itu, tidak ada satu pun
bukti yang menunjukkan bahwa itu adalah perbuatan al-Qaidah.
Dua hal yang perlu dicermati. Pertama;
Amerika ingin memaksakan opini kepada dunia tentang keberadaan teroris
di Indonesia dengan berbagai cara. Termasuk dengan adanya peristiwa Bom
Bali ini. Amerika ingin memberikan imej buruk, bahwa Indonesia adalah
sarang teroris. Dan kedua; Amerika ingin membuat opini tentang
keberadaan al-Qaidah, seolah-olah al-Qaidah memang benar-benar ada.
Padahal, sebenarnya tidak pernah ada organisasi bernama al-Qaidah.
Usamah bin Ladin sama sekali tidak pernah menamakan kelompoknya sebagai
al-Qaidah. Al-Qaidah adalah murni penamaan dari Amerika Serikat. Setelah
dengan seenaknya memberikan nama al-Qaidah kepada kelompok Usamah bin
Ladin, dengan semena-mena kemudian Amerika memberikan label teroris
kepada al-Qaidah. Pertanyaannya; kalau al-Qaidah adalah teroris, lalu
Israel itu apa? Mbahnya teroris??!
Ada hal yang menjadi tanda tanya dalam
hal ini. Menurut Ketua Tim Koordinasi Penyidikan Kasus Bom di Bali,
Irjen Pol I Made Mangku Pastika, “Berdasarkan bukti-bukti yang didapat
di tempat kejadian, seperti sempurnanya rencana peledakan bom dan
banyaknya korban yang tewas, tidak ada yang mampu melakukan tindakan
tidak berperikemanusiaan itu selain al-Qaidah dan Jamaah Islamiyah
(JI).” Masih menurut Made, bahwa dari hasil penyelidikan, terdapat empat
kelompok yang dicurigai, yaitu; al-Qaidah, JI, kelompok persaingan
bisnis, dan gembong narkoba. (Media Indonesia, 28/10/02)
Aneh. Kenapa hanya empat kelompok ini
yang dicurigai? Kenapa kesimpulan Made berbeda jauh dengan pendapat para
pakar yang mensinyalir adanya peran CIA (AS), FAOG (AS), Mossad
(Israel), MI-6 (Inggris), dan ASIG (Australia), termasuk juga peran
siluman intelijen dalam negeri? Memangnya yang bisa melakukan tindak
tidak berperikemanusiaan hanya al-Qaidah dan JI? Ah, yang bener aja,
Pak…
Kejanggalan Kesepuluh; Senyum Amrozi bersama Kapolri
Suatu pemandangan yang amat sangat langka, bahkan mungkin belum pernah terjadi dalam sejarah per-“polisi”-an Indonesia, seorang Kapolri menemui tahanan! Sungguh hebat Amrozi. Entah bagaimana dan karena apa dia bisa mendapatkan ‘anugerah’ seperti itu. Kapolri bukan sekadar menemuinya, tetapi juga sempat beberapa saat mengadakan ‘wawancara eksklusif’ dengannya. Yang lebih heboh lagi, Kapolri menyempatkan diri terbang dari Jakarta menuju Bali untuk berjumpa dengan Amrozi Sekali lagi; dari Jakarta ke Bali! Wajar, jika kemudian Rakyat Merdeka -salah satu surat kabar harian ibu kota paling sensasional (15/11/02)- mengusulkan pemberian penghargaan jurnalistik untuk Kapolri. Karena, dia dianggap berjasa telah mewakili para wartawan untuk mewawancarai Amrozi.
Suatu pemandangan yang amat sangat langka, bahkan mungkin belum pernah terjadi dalam sejarah per-“polisi”-an Indonesia, seorang Kapolri menemui tahanan! Sungguh hebat Amrozi. Entah bagaimana dan karena apa dia bisa mendapatkan ‘anugerah’ seperti itu. Kapolri bukan sekadar menemuinya, tetapi juga sempat beberapa saat mengadakan ‘wawancara eksklusif’ dengannya. Yang lebih heboh lagi, Kapolri menyempatkan diri terbang dari Jakarta menuju Bali untuk berjumpa dengan Amrozi Sekali lagi; dari Jakarta ke Bali! Wajar, jika kemudian Rakyat Merdeka -salah satu surat kabar harian ibu kota paling sensasional (15/11/02)- mengusulkan pemberian penghargaan jurnalistik untuk Kapolri. Karena, dia dianggap berjasa telah mewakili para wartawan untuk mewawancarai Amrozi.
Juga dapat dimaklumi, jika Menlu
Australia marah-marah dan mengkritik Kapolri yang bersedia menemui
Amrozi. Apalagi jelas-jelas terlihat di layar kaca, bagaimana
‘pertemuan’ itu berlangsung hangat dan penuh ‘canda ria’. Mungkin saking
jengkelnya dikarenakan kejanggalan ‘peristiwa bersejarah’ itu, PM
Australia pun menelpon Presiden Megawati, menyesalkan dan mempertanyakan
adanya pertemuan itu.
Sungguh aneh dan mengundang tanya,
kenapa sampai Kapolri datang menemui Amrozi? Siapakah Amrozi sebenarnya?
Sedangkan Habib Rizieq Shihab (Ketua Umum Front Pembela Islam – FPI)
saja yang ditahan Polda Metro Jaya selama 21 hari, sama sekali tidak
pernah bertemu (apalagi ditemui) Kapolda Irjen Makbul Padmanegara.
Demikian pula dengan Abu Bakar Ba’asyir, meskipun berkali-kali berurusan
dengan aparat kepolisian, sama sekali beliau belum pernah ditemui oleh
Kapolri. Ditemui Kapolda (baik Kapolda Jateng ataupun Kapolda Metro
Jaya) pun juga belum pernah. Padahal siapa pun tahu siapa beliau.
Beliaulah figur sentral tokoh Islam yang sedang ramai dibicarakan
akhir-akhir ini.
Ja’far Umar Thalib juga sama sekali
belum pernah ditemui Kapolri selama berada di tahanan Polda.
Dibandingkan Amrozi, jelas Ja’far jauh lebih berbobot dan berpengaruh,
baik dari segi keilmuan ataupun penguasaan massa. Namun demikian,
Kapolri merasa tidak perlu menemuinya. Meskipun Wapres Hamzah Haz datang
menjenguknya.
Bahkan, orang sekaliber Tommy Soeharto
pun ternyata kelasnya masih berada di bawah Amrozi. Tommy yang waktu itu
menjadi tahanan Polda Metro, hanya ditemui oleh Kapolda Sofyan Jacob.
Tidak sampai Kapolri. Sekalipun pertemuannya dengan Kapolda terlihat
sangat akrab.
***
Di atas hanyalah sebagian dari
kejanggalan-kejanggalan yang terasa. Masih ada dan bahkan banyak lagi
kejanggalan-kejanggalan lain yang mengundang tanya. Sebutlah misalnya
penetapan nama Jamaah Islamiyah (JI) oleh PBB sebagai organisasi
teroris, padahal tidak ada organisasi yang bernama Jamaah Islamiyah di
Indonesia. Yang ada hanya Islam Jamaah. (Kalau Islam Jamaah yang ini,
silahkan saja kalau mau dibubarkan. Karena berdasarkan fatwa MUI dan SK
Jaksa Agung (08/D.A/10.1971), organisasi ini (sekarang berganti nama
LDII – Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah gerakan sesat dan
menyesatkan serta secara resmi dilarang di seluruh Indonesia).
Kemudian tentang pemberian bantuan
Amerika Serikat kepada Indonesia dua bulan sebelum terjadinya Bom Bali
sebesar 50 juta dolar untuk memerangi terorisme. Itu pun baru babak
pertama. Masih ada bonus tambahan lagi jika Indonesia sungguh-sungguh
dan serius dalam menangani terorisme di tanah air.
Kesimpang-siuran pelaku peledakan Bom
Bali. Semuanya serba tidak jelas. Tidak mungkin orang sekelas Amrozi dan
semacamnya sanggup merakit bom berkekuatan sedahsyat bom di Bali. Belum
lagi kekeliruan polisi ketika menangkap tersangka pelaku, namun
ternyata orang tersebut adalah orang yang tidak waras Aneh. Kenapa orang
waras tidak bisa membedakan antara orang gila dan tidak gila.
Penahanan, penangkapan, dan penetapan
Ba’asyir sebagai tersangka dengan tuduhan yang serba tidak jelas, tidak
masuk akal, dan tidak terbukti, juga turut mengundang seribu pertanyaan.
Janggal.
Ada lagi tentang surat Presiden Filipina
Gloria Arroyo Macapagal yang penuh dengan nuansa kebencian dan
permusuhan terhadap agama dan umat Islam, rapat intelijen lokal sebelum
terjadinya peristiwa Bom Bali, film propaganda Amerika tentang kedamaian
hidup umat Islam di sana, padahal realitanya adalah seratus delapan
puluh derajat berbeda dari yang ada dalam film dusta tersebut, dan lain
sebagainya.
Kejanggalan-kejanggalan di seputar kasus Bom Bali dan terorisme ini memang banyak. Bahkan terkadang sulit dicerna akal sehat.
Sumber: ZA Maulani dkk, “Terorisme dan Konspirasi Anti Islam”, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. kesatu, 2002, hal 177-191